What is your profession?
Kalo yang pernah nonton film 300 pasti bakal inget sama scene ini,
pas Leonidas tanya apa profesi dari ribuan prajurit yang akan
membantunya. Jawaban dari prajurit itu beda-beda, ada yang jawab
petanilah, peternaklah, eeklah. Tapi ketika Leonidas bertanya ke
prajurit Sparta yang Cuma 300 orang itu, semua menjawab
serentak,seragam,sama dan sebangun, yaitu WARRIOR alias prajurit.
Menurut versi film Nagabonar Jadi 2, sepakbola Indonesia tidak bisa maju karena minimnya lapangan sepakbola yang tersedia di Indonesia. Hal itu tidak salah, saya pun juga menyetujuinya. Tapi penyebab lainnya adalah tidak adanya suporter sepakbola di Indonesia. Tidak ada suporter gimana? Jelas-jelas kalo timnas main GBK sering penuh gitu kok. Coba tanya ke setiap orang yang dateng ke GBK, apa profesi mereka? Mungkin dari mereka ada yang jawab karyawan bank, agen asuransi, pengusaha, hingga profesi artis dan presiden, atau kalo saya yang jawab saya bakal jawab cover boy sekaligus foto model papan atas dunia. See? Nyaris tidak ada yang menjawab profesinya suporter.
Bagaimana sepakbola Indonesia bisa maju kalo yang dateng ke stadion tidak ada yang berprofesi sebagai suporter?
Suporter, menurut para ahli tata bahasa berasal dari bahasa Inggris, supporter, konon
artinya pendukung. Jadi siapapun yang dateng ke stadion dan mendukung
tim itu sudah masuk kategori suporter. Kalo dibantah kayak gitu maka
jadi kena cegek saya...
Secara definisi berdasarkan diatas, bahkan penjual lumpia di stadion pun sudah bisa masuk kategori suporter. Tapi
suporter memiliki nilai lebih dari sekedar definisi berdasar bahasa di
kamus. Suporter tidak sekedar memberikan dukungan dengan Cuma dateng di
stadion. Suporter tidak Cuma sekedar nyanyi-nyanyi di tribun atau
ngechant atau apalah itu istilahnya. Suporter memiliki nilai lebih dari
itu.
Suporter versi saya adalah orang yang siap mati dan siap miskin demi
yang dibanggakannya. Siap mati dan siap miskin? Kok bisa? Ya bisa, nggak
usah ngeyel....
Bukan mau mengungkit peristiwa kelam masa lalu, tapi banyak peristiwa di dunia sepakbola ini yang menempatkan nyawa di urutan paling atas.
Untuk urusan sepakbola lokal, kita pernah disuguhi berita Bonek yang
diserang di Solo, seorang suporter Persib yang nekad nonton
Persija-Persib di GBK yang notabene “haram” untuk pendukung Persib,
ketegangan pendukung Deltras-Gresik, bentrok Pasoepati-BCS, bentrok
Deltamania dengan Viking (saya lihat dengan mata kepala saya sendiri)
dan masih banyak
lagi. Bagi mereka yang kadar kesuciannya melebihi malaikat pasti
mengutuk aksi-aksi kekerasan dan bentrokan yang sering meminta nyawa
itu. Tapi bagi kami eh bagi mereka, karena saya seorang Pelajar biasa,
bukan suporter, itu adalah hal paling sederhana yang bisa mereka
lakukan untuk kebanggaan mereka.
“Sepakbola Indonesia itu kejam, nonton aja bisa mati” kalo kata
tokoh kakek dalam film Garuda Di Dadaku. Si sutradara mungkin belum
kenal Ilham, Bagong, sopo maneh? wes okehlah, termasuk saya, yang
tidak hanya harus siap mati tapi juga siap miskin.
Tidak jarang kami harus sibuk menjual barang-barang pribadi, nilep
uang SPP, nilep uang buku, menyisihkan uang sangu demi bisa mendukung tim
kebanggaan. Hal itu akan semakin parah saat kami harus bertandang ke
kandang lawan. Sudah harus siap mati, harus siap miskin pula. . Resiko Suporter yess ?
Indonesia, sebuah negara kaya berpenduduk banyak, talenta berlimpah,
tapi kok prestasi sepakbolanya kayak eek? Selain mungkin karena
orang-orang di federasi yang memang kayak eek, mungkin juga karena tidak
adanya profesi suporter di Indonesia. Keberhasilan atau kesuksesan
dalam prestasi itu harus dibentuk sejak dalam pikiran..pola pikir alias MINDSET. Jadi......
What is your profession?
Kali ini saya tak akan menjawab cover boy sekaligus foto model papan
atas dunia, kali ini saya akan jawab dengan mantap ala Spartan di film
300, SUPORTER!
0 komentar:
Post a Comment